Minggu, 16 Oktober 2011

BUKIT BULAN

Aku tersadar dari lamunanku yang kurasa cukup panjang,lebih dari hitungan jariku.Dan selalu tanpa kusadari ketika bedak tipis yang kupoleskan ikut hanyut dalam aliran air mataku.Aku terkenang akan dirimu lagi.
Andai saja……….
Ah sudahlah,aku tak ingin penyesalan dan obsesiku bersekutu memenjarakanku dalam masa lalu.Tapi setiap celah yang berhasil kulalui,segala yang tersentuh oleh tanganku serta setiap nyanyian sayup yang kudengar selalu saja membawaku kembali padamu,tepatnya pada bayangmu.

*****
Aku berlari ke bukit bulan, sebuah bukit kecil mungkin lebih mirip gundukan yang sedikit lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Tempat yang beberapa tahun ini menjadi istana kedamaian untukku, karena di tempat ini aku merasa seolah bulan berhadapan denganku, tepat di depan wajahku........
Membiarkanku menumpahkan segala rasa tentangmu,menunggu tenang saat aku menghabiskan sisa-sisa air mataku dan selalu tidak pernah bosan mendengar cerita serta harapaku yang selalu saja sama dari waktu ke waktu , bahwa aku mencintaimu dan berharap dia membawamu kembali padaku.
Tapi malam ini untuk pertama kalinya aku kecewa padanya karena bukit bulan tampak gelap tanpa cahaya. Sejenak aku berpikir, apa bulan akan meninggalkanku juga seperti kamu?? Pergi membawa cinta dan harapan, selamanya…..
Kamu yang tak pernah kembali lagi untuk penuhi janji cinta kita yang sempat terukir manis di permukaan daun ilalang. Ilalang yang akhirnya terbakar teriknya siang ….
Memang tak sampai menjadi debu, tapi cukup membuat ukiran janji kita tak lagi mampu terbaca.

*****
Aku tetap menunggu bulan muncul dan aku akan menuntaskan ceritaku sebelum akhirnya dia merasa bosan mendengar betapa aku mencintaimu. Penantian ini mengingatkanku saat aku menunggu pada malam yang sama 3 tahun yang lalu, di tempat yang sama pula, di bukit bulan.
Penantian yang berakhir dengan luka yang begitu mendalam, luka karena kepergianmu yang tak akan pernah kembali lagi untuk apapun bahkan untuk janji ilalang kita.
Ah………
Tubuhku terasa hangat tepat saat bulan mucul menyapaku, ketika air mataku belum benar-benar mengering…
Pada bulan aku kembali mengadu, seperti biasa namun pada cerita dan harapan yang berbeda.
Ya sesuatu yang akhirnya kusadari bahwa kamu benar-benar telah pergi tapi bukan cintamu. Membayangkanmu adalah siksa bagiku, apalagi ketika rindu itu menjalar di setiap nadiku, kurasakan perih yang tak tertahan…
“bulan, janji ilalangku telah terbakar. Kini semua akan berakhir tanpanya, benar-benar tanpa dia.”
Bulan tersenyum tenang padaku, setengah hatiku kini berlalu tanpamu dan janji ilalangmu. Berharap menjaga cintamu seperti mentari pagi yang selalu hamgat dan indah. Lalu ketika sang malam menjemputku aku akan kembali ke bukit bulan. Tetapi tanpa cerita dan harapan tentangmu.


_ NLES_
(akhir 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar